catatan harian untuk merengkuh dunia dan pengalaman spiritual pribadi yang unik dan perlu direnungkan
28 March 2009
Resensi Buku dengan Judul Misteri Terbunuhnya Soekarno
Judul : Misteri Terbunuhnya Soekarno
Penulis : Wang Xiang Jun
Penerbit : Yogyakarta: Pustaka Radja, 2008
Tebal : 123 hlm; 19 cm
Harga : ± Rp. 23.800,-
ISBN : 978-602-80420-1-7
Peresensi : Masyhur ( Pustakawan Ubaya )
Membahas Soekarno, salah seorang pendiri bangsa, masih tetap enak untuk dibahas dan didiskusikan. Hal itu terkait erat dengan prinsip-prinsip nasionalisme dan kejuangannya. Tokoh yang berpengaruh besar dalam mewarnai kehidupan bangsa, sosok dengan berbagai macam julukan, diantaranya : a great man, the greatest leader in Asia, dan tidak sedikit stigma buruk melekat pada dirinya, diantaranya: a love hunter, trouble maker, bahkan a warmanger atau a liar.
Begitulah sang penulis memulai latar belakang penulisan buku ini. Penulis berusaha membatasi tulisannya dengan memfokuskan pada masa-masa Bung Karno dalam tahanan rumah sampai beliau wafat agar tema dari isi buku yang diusung tidak melebar dan keluar dari judul buku. Namun dengan sadar atau tidak ternyata pernulis tetap tidak bisa terlepas dari mambahas masalah-masalah yang menjadi latar belakang dari peristiwa sebelum jatuhnya Bung Karno sebagai presiden RI hingga bilau wafat.
Diawali dengan membahas sifat dan karakter Bung Karno, buku ini menjelaskan karakter beliau seorang Herakles ditengah-tengah gemuruh tepuk tangan massa. Tetapi ia juga seorang Hamlet yang disobek-sobek kebimbangan. Dia sanggup mengomandokan Trikora dan Dwikora, tetapi secara pribadi ia tidak berani menyembelih ayam sekalipun. Ia juru bedah ecek-ecek yang pingsan kalau melihat darah, ia pula satu-satunya pemimpin revolusi yang tidak tahu alif bengkongnya strategi perang. Seorang yang cerdas dalam ilmu hitungan dan menggambar, ingatan merekamnya bagaikan magneftopfon. Begitu seterusnya, begitu banyak karakter dari sang proklamator ini diceritakan dalam buku ini.
Bung Karno dengan tiga kali usaha pembunuhan yang semuanya lolos dari maut, mulai dari peristiwa pelemparan granat di Cikini saat mengunjungi sebuah bazar, kemudian tanggal 9 Maret 1960 saat sebuah perluru roket yang ditembakkan oleh Maukar dari sebuah pesawat MIG-17 AURI ke beranda dalam Istana Merdeka, dan tahun 1962 ketika sedang melaksanakan Sholat Idul Adha di halaman belakang Istana Merdeka, seorang yang berada beberapa baris dibelakangnya menembakkan 6 peluru pistol dari jarak sekitar 4 meter. Penulis memberi judul babnya dengan judul “Tiga Kali Pembunuhan”, pemberian judul bab yang dapat dikonotasikan sebagai pembunuhan yang dilakukan berulang-ulang sebanyak 3 kali, hingga dapat berakibat pada salah persepsi pembaca, padahal itu hanya beberapa upaya pembunuhan yang gagal. Alangkah lebih bijak jika penulis memberi judul bab yang lebih bermakna sebenarnya, “Tiga Kali Usaha Pembunuhan”.
Ketidakharmonisan hubungan Soekarno-Soeharto mulai terasa sejak 1956-an hingga puncaknya pada saat keluarnya Supersemar dimana Supersemar dipakai sebagai alat pembubaran PKI, membuat Soekarno gusar. Apalagi, Supersemar dipakai Soeharto untuk “menyingkirkan” pejabat tinggi tangan kanan Soekarno. Supersemar dan keterlibatan CIA dalam peristiwa G30S yang dinilai penulis sebagai kepentingan untuk mengungguli Soekarno karena sikapnya yang tegas dalam tiga hal, yaitu Berdikari (berdiri di atas kaki sendiri), pembentukan Conefo, dan Dwikora. Dua hal tersebut adalah awal jatuhnya Soekarno dari kursi presiden, hingga ia pun jatuh sakit sampai wafat.
Kontroversi tentang kematian Soekarno menyeruak dalam berbagai versi. Dan masing-masing versi selalu ada yang mengkounter dengan versi lain yang bertentangan. Unsur kepentingan, dendam, pemutarbalikan fakta, pembelaan kepada rezim Soekarno, juga pembelaan terhadap apa yang dilakukan oleh rezim Soeharto. Mulai dari versi kontroversial Ratna Sari Dewi Soekarno si “MADAM D SYUGA” yang menyatakan bahwa Soekarno dibunuh secara perlahan dengan obat-obatan overdosis.Tentu saja keterangan ini dibantah oleh istri Soekarno yang lain dan dokter yang merawat Soekarno. Keterangan dan pernyataan yang berbeda dari berbagai sumber tentang penyebab kematian Soekarno semakin seru dan menambah hangat isi dari buku ini. Berbagai pertanyaan yang belum terjawab dan masih menyisakan misteri dari kematian Soekarno, antara lain : Benarkah Bung Karno dibunuh secara perlahan-lahan oleh “sukseornya”, Apakah kematian Soekarno akibat obat-obatan dari dokter RRC atau dokter kepresidenan, Dimanakah Dewi Soekarno saat Bung Karno meninggal, Kenapa Rachmawati mengatakan tidak mengenalnya yang berbeda dengan buku berjudul “Bapakku Ibuku” yang ditulisnya, Kenapa dokter pribadi Bung Karno, dr Mahar Mardjono tidak konsisten dengan pernyataannya, Apakah kematian Bung Karno berkaitan dengan CIA atau G30S/PKI, atau karena harta Dana Revolusi yang masih menjadi misteri, Dimanakah tongkat komando dan Supersemar yang asli, Bagaimana pendapat dan reaksi para orang “terdekat” dan para Soekarnois lainnya.
Terkait dengan pemilihan kata dalam judul, demikian pula halnya dengan pemilihan judul buku ini “Misteri Terbunuhnya Soekarno”. Kesan pertama yang didapat pembaca adalah bahwa Soekarno meninggal karena dibunuh. Mungkin itulah trik yang cerdas dari penulis untuk mengajak pembaca begitu serius memperhatikan tulisan-tulisan penulis dari awal hingga akhir tulisan karena menggelitik pembaca untuk terus berusaha meneruskan cerita dan infomasi yang dipaparkan oleh penulis, meskipun pada akhirnya penulis tidak menampilkan kesimpulan dari judul karyanya. Hanya sebuah kebebasan pembaca untuk memberikan penilaian secara pribadi dan menyimpulkan sendiri atas sejarah yang sampai sekarang masih menjadi misteri. Anda berhak memberikan penilaian secara pribadi dan menarik sebuah benah merah atas sejarah yang sampai sekarang masih menjadi misteri.
Labels:
Resensi Buku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment